Di Posting Oleh : INFO PENDIDIKAN
Kategori : EDUCATION Tips
Baterai lithium-ion tak selalu cepat menyerap daya ketika diisi. Ada kondisi tertentu yang memungkinkan listrik bisa lekas tersimpan, tepatnya ketika baterai sudah hampir kosong ketika mulai diisi kembali.
Setidaknya itulah yang disebutkan oleh seorang teknisi berjulukan Mark Carlson dari Motorola.
“Secara umum, sebuah baterai bisa mendapatkan charging rate yang lebih tinggi ketika sisa kapasitas dayanya sudah rendah, ketimbang masih tinggi,” ujar Carlson sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Forbes, Senin (28/3/2016).
“Jadi, baterai yang sisanya tinggal 10 persen biasanya bisa lebih cepat diisi ketimbang ketika sisa dayanya masih 50 persen,” imbuh dia.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya sederhana saja. Baterai lithium-ion pada gadget modern dibekali mekanisme derma terhadap overcharge alias kelebihan pengisian.
Mekanisme ini diterapkan dengan cara memperlambat kecepatan charging ketika kapasitas yang terisi sudah melewati batas-batas tertentu, biar pengisian daya bisa lebih mudah dihentikan ketika baterai sudah menjelang penuh.
Biasanya femomena di atas bisa diamati ketika baterai sudah hampir full. Ketika kapasitas sudah berada di kisaran 90 persen, penambahan persentase bakal berlangsung lebih lambat ketimbang sebelumnya.
Tentu, kecepatan pengisian baterai bergantung pula pada faktor-faktor lain ibarat jenis smartphone dan kemampuan charger yang dipakai.
Sebuah ponsel dengan kapabilitas quick charge, misalnya, bakal kesulitan mengisi baterai dengan cepat apabila dipasangkan dengan charger yang tidak mendukung fitur serupa.
“Jadi, meskipun pengisian bisa lebih cepat ketika sisa kapasitas baterai tinggal sedikit, hardware dan software di dalam sistem charging perlu mendukung juga,” kata Carlson.
Setidaknya itulah yang disebutkan oleh seorang teknisi berjulukan Mark Carlson dari Motorola.
“Secara umum, sebuah baterai bisa mendapatkan charging rate yang lebih tinggi ketika sisa kapasitas dayanya sudah rendah, ketimbang masih tinggi,” ujar Carlson sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Forbes, Senin (28/3/2016).
“Jadi, baterai yang sisanya tinggal 10 persen biasanya bisa lebih cepat diisi ketimbang ketika sisa dayanya masih 50 persen,” imbuh dia.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya sederhana saja. Baterai lithium-ion pada gadget modern dibekali mekanisme derma terhadap overcharge alias kelebihan pengisian.
Mekanisme ini diterapkan dengan cara memperlambat kecepatan charging ketika kapasitas yang terisi sudah melewati batas-batas tertentu, biar pengisian daya bisa lebih mudah dihentikan ketika baterai sudah menjelang penuh.
Biasanya femomena di atas bisa diamati ketika baterai sudah hampir full. Ketika kapasitas sudah berada di kisaran 90 persen, penambahan persentase bakal berlangsung lebih lambat ketimbang sebelumnya.
Tentu, kecepatan pengisian baterai bergantung pula pada faktor-faktor lain ibarat jenis smartphone dan kemampuan charger yang dipakai.
Sebuah ponsel dengan kapabilitas quick charge, misalnya, bakal kesulitan mengisi baterai dengan cepat apabila dipasangkan dengan charger yang tidak mendukung fitur serupa.
“Jadi, meskipun pengisian bisa lebih cepat ketika sisa kapasitas baterai tinggal sedikit, hardware dan software di dalam sistem charging perlu mendukung juga,” kata Carlson.
Sumber : kompas.com
0 Response to "Waktu Terbaik untuk Nge-charge Gadget"