INFO PENDIDIKAN | Destrukturisasi sejarah Kartini...kapan ?

INFO PENDIDIKAN | Destrukturisasi sejarah Kartini...kapan ?
Di Posting Oleh : INFO PENDIDIKAN
Kategori : EDUCATION Tokoh

Kapan kita melaksanakan destrukturisasi sejarah Kartini ? Rasanya tidak ada minat kesana ya ? Dalam wujud alam pikir kita, Kartini itu mulia, terhormat, berjasa, membela kaumnya dan perintis kemerdekaan bangsanya yang revolusioner...? Mungkin Kartini kurang senang pada pencitraan itu. Dia lebih senang jikalau Belanda dan Indonesia mampu mewujudkancita-citanya yang mungkin yang lebih pasti ialah sebuah konsep emansipasi ? Bukan hanya emansipasi yang dangkal menyerupai berbicara soal gender tok. Tapi yang lebih luas. Kartini mewakili suku Jawa dalam arti yang sebenar-benarnya. Orang Belanda meghargai kaum priayi Jawa ini...merekalah yang mendapat kesempatan untuk mengatur pemerintahan dalam negeri dalam bayang-bayang payung kolonial yang sudah desentralistik itu. Kala itu pada final kala ke 19 jikalau mau jujur ialah terjadinya perubahan tatanan sosial yang paling menguntungkan kelompok feodal. Bahasa Belandanya "schakel van" Bergantung pada....ya kekuasaan feodal pribumi itu. Belanda berterima kasih kepada mereka. Kartini tidak mungkin melawan kekuasaan ayahnya maupun suaminya Raden Adipati Joyodiningrat. Justru harus dicari jalan bagaimana menyatukan kepentingan Belanda dan Hindia dalam arti kata sebenar-benarnya. Itulah sebabnya bayang-bayang Abendanon dan Deventer amat melekat pada dongeng kisah sang Raden Ajeng dari Jepara ini. Haramkah anutan ini mampu terjadi ? Juga tidak karena ini zaman perubahan zaman Politik Etis. Kita tidak mampu membawa semangat Revolusi Kemerdekaan kezaman itu. Itu justru yang haram yang mestinya karena pakemnya beda. Ada yang mau menanggapi ? Mungkin banyak yang tertarik barangkali ? Foto: Pencitraan Sjuman Djaya sosok Kartini dalam filmnya yang diperankan oleh Yeni Rachman dan Bambang Hermanto....Masih jauh bukan ? Kalau saja benar Kartini menderita dan bersedia mengakhiri cita-citanya maka beliau lahir terlalu cepat.
Sumber http://www.sejarahkita.blogspot.com